Bandung.Swara Wanita
Anggota Komisi V DPRD Jabar Chaerul Rizky P.M, SE mengatakan, sejak diberlakukannya
Undang-undang N0 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan SK Mendagri
Nomor 903-42-2014 yang melarang pemerintah daerah untuk menyalurkan dana Bansos
dan Hibah, tentunya berdampak terhadap anggota dewan dalam merealisasikan
aspirasi rakyat yang
disampaikan ke anggota dewan saat melakukan kegiatan reses.Menurut Chaerul,
dalam Undang undang No 23 tahun 2014 dan SK Mendagri tersebut, disebutkan dan hibah
dan bansos hanya dapat disalurkan bagi masyarakat yang memilliki badan hukum,
sedangkan bagi masyakat kecil petani, nelayan, atau perorangan yang tidak
memiliki badan hukum dilarang disalurkan.Adanya larangan ini, tentunya menjadi
beban dan tugas berat bagi anggota dewan daerah dalam merealisasikan aspirasi
rakyat yang dititipkan kepada kita selaku wakil rakyat pada saat melakukan
kegiatan Reses, kata Chaerul Rizky P.M, SE kepada Swara Jabbar saat ditemui di gedung DPRD Jabar, Selasa
(15/9).Dikatakan, pemerintahan provinsi Jabar
( Eksekutif dan Legislatif) telah menyusun anggaran untuk pos Dana Bansos dan
Hibah, Namun, terbentur aturan, akhirnya kita tidak dapat merealiasikan
proposal/ aspirasi rakyat yang dititipak kepada kita, terutama dari masyarakat kecil yang tidak
memiliki bdan hukum.Bahkan, cukup sering kita dikritik dan diprotes oleh rakyat
dan dianggap tidak aspiratif dalam memperjuangkan aspirasi rakyat. Sehingga dengan berlapang dada
untuk memberikan penjelasan dan pemahaman agar mereka (Rakyat-red) dapat
mengerti.Lebih lanjut Chaerul mengatakan, dalam APBD Murni 2015 ini, sudah
dianggarkan dana Bansos dan Hibah sebesar Rp.223 miliar. Namun, karena terbentur aturan, akhir
dalam penyalurannya cukup ketat dan berat. Bahkan ada yang dihentikan, seperti
untuk bantuan Posyandu sebesar Rp110 miliar, Rumah Tinggal Layak Huni
(Rutilahu) Rp38 miliar untuk 38.000 masyarakat miskin dan bantuan traktor untuk
petani Rp75 miliar. Jadi dana hibah yang dapat disalurkan itu untuk RKB, bantuan desa, atau lembaga yang
memiliki badan hukum seperti koperasi atau perajin. Hal ini, tentunya sangat tidak mungkin
dilakukan oleh masyarakat kecil dan miskin. Karena, karena masyarakat miskin tak
ada badan hukumnya. Makanya, petani, nelayan kasihan,
seharusnya aturan tak mengekang," ujarnya.Namun, kata Chaerul, aturan ini
tidak berlaku bagi anggota DPR RI, karena
belum lama ini, saya melihat dan ngobrol dengan anggota DPR RI dari Dapil Jabar
II (Kab Bandung dan Bandung Barat), mereka masih dapat menerima, menyalurkan
dan merealisasikan aspirasai masyarakat. Ada puluhan peralatan pertanian dibawa
oleh anggota DPR RI untuk diserahkan kelompok tani di Kab Bandung dan Bandung
Barat, ujarnya.Kita berharap, pemerintah pusat dalam hal ini Mendagri dapat
mengkaji kembali Undang-undang No 23 tahun 2014, untuk dapat dilakukan
revisi. Agar kita selaku
wakil rakyat di daerah dapat memperjuangkan dan merealisasikan aspirasi rakyat
yang dititipkan kepada kita, harapnya. (diah).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar